Daftar Pustaka
By : bsicybercampusSuhariyanto, Budi.2012.Tindak Pidana Teknologi Informasi (cybercrime): Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya. Jakarta : Rajawali Pers.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2025/pasal-untuk-menjerat-pelaku-illegal-content (di buka pada tanggal 27 –
November – 2013, Jam 10.18)
http://6-eptik-126s07.com/Artikel/IlegalContent.aspx (di buka pada tanggal 27 – Novvember – 2013,
Jam 11.07)
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=DEFINISI%20PENGERTIAN%20DAN%20JENISJENIS%20CYBERCRIME%20BERIKUT%20MODUS%20OPERANDINYA&&nomorurut_artikel=353 (dibuka pada tanggal 27 – November – 2013, Jam 13.37)
B. SARAN
By : bsicybercampus
Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang
mestinya kita hindari atau kita berantas keberadaannya. Demikian makalah ini
kami susun dengan usaha yang maksimal dari tim kami, kami mengharapkan yang
terbaik bagi kami dalam penyusunan makalah ini maupun bagi para pembaca semoga
dapat mengambil manfaat dengan bertambahnya wawasan dan pengetahuan baru
setelah membaca tulisan yang ada pada makalah ini. Namun demikian, sebagai manusia
biasa kami menyadari keterbatasan kami dalam segala hal termasuk dalam
penyusunan makalah ini, maka dari itu kamimengharapkan kritik atau saran yang
membangun demi terciptanyapenyusunan makalah yang lebih sempurna di masa yang
akan datang. Atas segala perhatiannya kami haturkan terimakasih.
Salam Damai....
Salam Damai....
A. KESIMPULAN
By : bsicybercampus
Selalu waspada pada tindakan
Cybercrime
“Illegal Contents” Kesimpulan yang dapat diperoleh dari Makalah Cybercrime Etika
Profesi Ilegal Contents adalah sebagai berikut :
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena
pemanfaatan teknologi, jenis cybercrime ada 11 macam yaitu Unauthorized Access to
Computer System and Service, Data Forgery, Cyber Espionage, Cyber Sabotage and
Extortion, Offense against Intellectual Property, Infringements of Privacy dan
Illegal Contents, Langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam
penanggulangan cybercrime adalah melakukan modernisasi hukum pidana nasional
beserta hukum acaranya, meningkatkan sistem keamanan jaringan komputer secara
nasional secara standar internasional, meningkatkan pemahaman serta keahlian
aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan investasi dan penuntutan
perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime, meningkatkan kesadaran
warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan
tersebut terjadi, meningkatkan kerjasama dalam upaya penanganan cybercrime
secara pidana maupun hukum.
3.5. Solusi pencegahan cyber crime illegal content
By : bsicybercampus
a. Untuk memblok situ situ, British
Telecom menggunakan daftar hitam dari Interent Watch Foundation (IWF).
Saat ini British Telecom memblok kira-kira 35.000 akses illegal ke situs
tersebut. Dalam memutuskan apakah suatu situ hendak diblok atau tidak,
IWF bekerjasama dengan Kepolisian Inggris. Daftar situ itu disebarluaskan
kepada setiap ISP, penyedia layanan isi internet, perusahaan filter/software
dan operator mobile phone.
b.
Perlu
adanya cyberlaw: Cybercrime belum sepenuhnya terakomodasi dalam
peraturan / Undang-undang yang ada, penting adanya perangkat hukum khusus
mengingat karakter dari cybercrime ini berbeda dari kejahatan
konvensional.Perlunya Dukungan Lembaga Khusus: Lembaga ini diperlukan untuk
memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif
kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan
cybercrime.
c. Meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang masalah cybercrime ,
sehingga masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan iklan dalam situs.
d. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat tentang masalah cybercrime , sehingga masyarakat tidak mudah
terpengaruh dengan dalam email yang pengirim kurang jelas atau isinya
meminta pengiriman dana/uang atau identitas diri dan adanya
kesadaran masyarakat yang sudah menjadi korban untuk melaporkan kepada polisi,
sehingga korban email itu dapat dikurangi atau bahkan si pengirim email dapat
segera ditangkap.
e. Tidak memasang gambar yang dapat
memancing orang lain untuk merekayasa gambar tersebut sesuka hatinya dan memproteksi
gambar atau foto pribadi dengan sistem yang tidak dapat memungkinkan orang lain
mengakses secara leluasa
f. Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum
acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan
kejahatan tersebut
danMeningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar
internasional.
g. Selalu waspada terhadap tindak kejahatan cybercrime dan melaporkan Pihak
polisi jika merugikan.
3.4. Kejahatan Illegal Contents dan penegakan hukum di Indonesia
By : bsicybercampus
Dalam melakukan kegiatan Cybercrime “Illegal Contents" tentu
saja memiliki payung hukum, terutama di negara Indonesia. Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Internet dan Transaksi Elektronik, walaupun belum secara
keseluruhan mencakup atau memayungi segala perbuatan atau kegiatan di dunia
maya, namun telah cukup untuk dapat menjadi acuan atau patokan dalam melakukan
kegiatan cyber tersebut.
Beberapa pasal dalam Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik yang berperan dalam e-commerce adalah sebagai berikut :
1.
Pasal 2
Undang-Undang
ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia.
2.
Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem
Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan
syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
3.
Pasal 10
1. Setiap pelaku usaha yang
menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2. Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga
Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
4.
Pasal 18
1.
Transaksi Elektronik yang dituangkan ke
dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
2. Para pihak memiliki kewenangan untuk
memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang
dibuatnya.
3. Jika para pihak tidak melakukan pilihan
hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan
pada asas Hukum Perdata Internasional.
4. Para pihak memiliki kewenangan untuk
menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari
Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
5. Jika para pihak tidak melakukan pilihan
forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang
menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada
asas Hukum Perdata Internasional
5.
Pasal 20
1. Kecuali ditentukan lain oleh para
pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksiyang dikirim
Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
2. Persetujuan atas penawaran Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan
penerimaan secara elektronik.
6.
Pasal 21
1. Pengirim atau Penerima dapat melakukan
Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau
melalui Agen Elektronik.
2.
Pihak yang bertanggung jawab atas
segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. Jika dilakukan sendiri, segala akibat
hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak
yang bertransaksi;
b. Jika dilakukan melalui pemberian kuasa,
segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung
jawab pemberi kuasa.
c. Jika kerugian Transaksi Elektronik
disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga
secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
d. Jika kerugian Transaksi Elektronik
disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna
jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
e. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,
kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
7.
Pasal 30
1.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik
Orang lain dengan cara apa pun.
2.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan
cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik.
3.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan
cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem
pengamanan.
8.
Pasal 46
1. Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). 3.3. Pelaku dan Peristiwa dalam kasus Illegal Content
By : bsicybercampus
Pelaku: pelaku yang menyebarkan informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang bermuatan illegal content dapat
perseorangan atau badan hukum, sesuai isi Pasal 1 angka 21 UU ITE bahwa “Orang
adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga Negara asing,
maupun badan hukum”. Keberadaan Badan Hukum diperjelas kembali dalam Pasal 52
ayat (4) UU ITE bahwa Korporasi yang melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 37 UU ITE, termasuk menyebarkan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan illegal
content dikenakan pemberatan pidana pokok ditambah dua pertiga.
Peristiwa: perbuatan penyebaran informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik seperti dalam Pasal 27 sampai Pasal 29 harus memenuhi unsur:
a. Illegal
Content seperti penghinaan, pencemaran nama
baik, pelanggaran kesusilaan, berita bohong, perjudian, pemerasan, pengancaman,
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu, ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti secara pribadi
b. Dengan sengaja dan tanpa hak, yakni dimaksudkan bahwa
pelaku mengetahui dan menghendaki secara sadar tindakannya itu dilakukan
tanpa hak. Pelaku secara sadar mengetahui dan menghendaki bahwa perbuatan
“mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat
dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik” adalah
memiliki muatan melanggar kesusilaan. Dan tindakannya tersebut
dilakukannya tidaklegitimate interest.
Perbuatan pelaku berkaitan illegal content dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a. Penyebaran informasi elektronik yang
bermuatan illegal content
b. Membuat dapat diakses informasi
elektronik yang bermuatan illegal content
c. Memfasilitasi perbuatan penyebaran
informasi elektronik, membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang bermuatan illegal content (berkaitan
dengan pasal 34 UU ITE).
Solusi pencegahan cyber crime illegal content:
a. Tidak memasang gambar yang dapat
memancing orang lain untuk merekayasa gambar tersebut sesuka hatinya
b. Memproteksi gambar atau foto pribadi
dengan sistem yang tidak dapat memungkinkan orang lain mengakses secara
leluasa.
c. Melakukan modernisasi hukum pidana
nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi
internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut
d. Meningkatkan sistem pengamanan
jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
e. Meningkatkan pemahaman serta
keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan
penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
f. Meningkatkan kesadaran warga negara
mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut
terjadi
g. Meningkatkan kerjasama antar negara,
baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime,
antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties yang
menempatkan tindak pidana di bidang telekomunikasi, khususnya internet, sebagai
prioritas utama.